Tinjauan Buku: Cara Kaya Sebelum Usia 40 oleh Hadi Hartono
🖋️ Ditulis oleh: Calista Alvina
Mahasiswi Perbankan Syariah, UIN Sultan Hasanuddin Banten
1. Sudut Pandang Akademik: Jembatan Antara Ilmu Konvensional dan Syariah
Sebagai mahasiswa di bidang Perbankan Syariah, saya memandang buku ini sebagai karya yang mampu menjembatani ilmu finansial konvensional dengan prinsip-prinsip dasar keuangan Islam. Walaupun buku ini ditulis dalam sudut pandang umum dan tidak secara eksplisit menyebut konsep syariah, beberapa nilai di dalamnya sangat sejalan dengan prinsip maqashid syariah, seperti:
-
Menjaga harta (hifzh al-mal) melalui manajemen keuangan yang bijak
-
Menjauhi utang konsumtif (riba & israf) yang dijelaskan dalam Bab 5
-
Mencari penghasilan halal melalui skill dan bisnis yang dibahas dalam Bagian 3
Buku ini sangat cocok dijadikan bahan kajian praktikal mahasiswa ekonomi Islam untuk melihat bagaimana literasi finansial bisa dibumikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa meninggalkan nilai moral dan spiritual.
2. Sudut Pandang Praktis: Panduan yang Relevan dan Membumi
Dari sisi praktikal, buku ini sangat applicable untuk mahasiswa, fresh graduate, bahkan ibu rumah tangga sekalipun. Saya secara pribadi merasa "terpanggil" ketika membaca bagian tentang:
-
Skill bernilai tinggi yang bisa dipelajari tanpa kuliah ulang
-
Membangun arus kas positif meskipun penghasilan masih kecil
-
Konsep “kerja sambil bangun sistem” melalui digital income
Sebagai mahasiswa yang belum punya penghasilan tetap, buku ini membuka wawasan bahwa menjadi kaya bukan sekadar takdir atau privilese, tapi hasil dari kesadaran, strategi, dan konsistensi sejak dini.
3. Sudut Pandang Sosial: Kritik terhadap Pola Konsumtif Kaum Muda
Buku ini secara tidak langsung juga menjadi kritik halus terhadap budaya konsumtif yang marak di kalangan anak muda saat ini, terutama karena pengaruh media sosial dan gaya hidup flexing. Dalam Bab 1 dan Bab 16, penulis menekankan pentingnya hidup sesuai nilai, bukan validasi sosial.
Hal ini sangat relevan karena banyak anak muda yang terjebak dalam utang paylater, cicilan gadget, dan tuntutan gaya hidup, bahkan sebelum mereka membangun tabungan atau aset.
Saya berharap buku ini bisa menjadi materi literasi finansial di kalangan pelajar dan mahasiswa, baik di kampus maupun komunitas pemuda.
4. Sudut Pandang Spiritual: Kekayaan Sebagai Amanah, Bukan Tujuan
Sebagai pembaca yang juga memiliki pandangan spiritual Islami, saya terkesan dengan bagian akhir buku, terutama di Bagian 7 yang membahas legacy dan warisan nilai. Penulis menekankan bahwa kaya bukanlah tujuan hidup, tetapi alat untuk memberi manfaat dan warisan kebaikan.
Dalam konteks Islam, hal ini selaras dengan konsep:
-
Harta sebagai titipan (amanah) dari Allah SWT
-
Kewajiban menafkahi keluarga dan berbagi (zakat, sedekah)
-
Keutamaan meninggalkan harta dan ilmu yang bermanfaat setelah wafat
Buku ini tidak menggurui secara religius, tapi memberikan ruang refleksi yang dalam bagi pembaca lintas keyakinan. Bagi saya, ini sangat mulia dan inklusif.
5. Sudut Pandang Gender: Kaya Tidak Harus Laki-Laki
Sebagai perempuan, saya merasa buku ini tidak bias gender. Bahkan banyak contoh dan prinsip yang bisa diaplikasikan oleh perempuan karier, ibu rumah tangga, hingga mahasiswi yang ingin mandiri secara finansial. Dalam bab tentang personal brand dan membangun aset digital, penulis memberi ruang besar bagi siapa pun—terlepas dari jenis kelamin—untuk menciptakan pengaruh dan penghasilan.
Ini sangat penting, karena dalam budaya kita, masih banyak perempuan yang merasa "bukan perannya" untuk mengurus kekayaan atau investasi. Buku ini memberdayakan tanpa menghakimi.
Kesimpulan Pribadi
Sebagai mahasiswa Perbankan Syariah, saya sangat merekomendasikan buku ini karena:
✅ Menyederhanakan konsep finansial yang sering rumit
✅ Selaras dengan nilai-nilai syariah meskipun berbahasa universal
✅ Memberi inspirasi dan strategi nyata untuk bertumbuh secara finansial
✅ Membantu pembaca memahami bahwa kekayaan bukan sekadar angka, tapi juga amanah dan alat perubahan
Saya harap di masa depan, buku ini bisa dilengkapi dengan edisi khusus ekonomi Islam, atau mungkin dikaji lebih lanjut dalam bentuk seminar, kelas, atau diskusi kampus.
"Kekayaan sejati bukan tentang berapa banyak yang kita punya, tapi tentang berapa besar kendali kita atasnya."
— Calista Alvina, Mahasiswi Perbankan Syariah
0 Comments